Cerita dari 22 Juni 2013


"Thanks God for everything.”
Hanya kalimat itu yang bisa saya ucapkan.Sungguh, sebelumnya saya tidak pernah membayangkan akan apa yang saya alami saat ini"

Pagi kali ini disambut oleh suara yang awalnya sayup-sayup kudengar. Awalnya saya kira suara itu adalah suara orang mengaji di Masjid tapi kali ini suaranya agak lain, setelah kupertajam pendengaranku ternyata bukan, suara itu adalah suara orang-orang di Bitung yang sedang bersaat teduh.

 "Saya kira suara dari Masjid nah," ucap Fina yang ternyata juga meneliti suara itu. Dia adalah seorang teman perjuanganku dari Fakultas Hukum.

" Iya, saya kira juga." Jawabku.

Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun hidupku, dibangunkan oleh suara yang berasal dari rumah Tuhan. Saya baru ingat bahwa saya sedang berada di Sulawesi Utara, di Kota Bitung tepatnya. Mayoritas penduduk disini beragama Kristen. Ya, saat ini, kami sudah sampai di Kota Bitung. Kota ini dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 2 jam dari Kota Manado. Saya cuma bisa duduk terpaku diatas tempat tidur ala tentara yang mirip tandu ini, dan bersyukur karna Tuhan sudah bawa saya ke tempat ini. Maklum, selama ini saya tingal ditengah-tengah saudara-saudara yang mayoritas adalah Muslim. Segala sesuatu yang dialami untuk pertama kali pasti terasa istimewa, begitu pun dengan yang saya rasakan di 22 Juni 2013 ini.

Sore nanti kami akan berangkat ke pelabuhan, namanya Pelabuhan Kota Bitung. Masih ada waktu untuk berleha-leha,untuk melihat-lihat kota, atau untuk sekedar membaringkan badan ditempat tidur. Saya memilih opsi pertama, yakni berleha-leha di tempat tinggal kami sementara. Berbeda denganku, beberapa teman pergi ke pasar untuk belanja. Sedangkan sisanya memilih untuk membaringkan badan sampai pada waktu keberangkatan tiba.

Udara di tempat yang kami tinggali itu sangatlah panas, padahal tak jauh dari tempat tinggal kami ada gunung yang lumayan tinggi.  Ya, kulihat ada sebuah gunung yang lumayan tinggi di dekat penginapan kami. Gunung tersebut saya lihat ketika saya dan Ria pergi belanja ke Toko Victor. Cukup aneh memang, lokasi kami dekat dengan gunung akan tetapi hawa di temapt tinggal kami cukup panas. Ada yang lucu ketika kami belanja di Toko itu, saya dan ria dikira orang Manado. Entah, kami pun tidak tahu kenapa ibu penjualnya berpikiran demikian. Anggap saja ini sebuah presetasi :) Tak lama setelah kami pulang belanja dari Toko Victor, teman-teman yang belanja ke pasar sudah kembali di penginapan. Namun ada satu hal yang lucu, ya salah seorang teman kami, Ai, ketinggalan di Pasar.  Antara khawatir dan lucu, entah bagaimana ceritanya mereka bisa lupa Ai. Syukurlah, tak lama Ai kembali ke penginapan.
Tiba saatnya untuk berangkat ke pelabuhan. Ada beberapa tangan-tangan Tuhan yang bersedia membantu kami, para perempuan, mengangkat koper, carrier, dan beberapa barang bawaan lannya ke dalam truk tentara. Perjalanan dengan truk tentara kali ini berbeda dengan perjalanan dengan truk tentara yang semalam. Kali ini jarak tempuhnya lumyan dekat. Saya masih teringat dengan perjalanan semalam. Meskipun telinga sudah mulai bosan karna sepanjang jalan mendengar suata sirine dari mobil tentara akan tetapi  sepanjang jalan mata ini dimanjakan dengan panorama yang indah, saya suka bagian ini, terutama bagian dimana mata ini melihat bangunan-bangunan Gereja yang berdiri kokoh di sepanjang jalan.

Beberapa teman sedang mengangkat tas ke atas truk. (Foto by : Tim Dokumentasi)


Leaving for Port of Bitung (Foto by : Tim Dokumentasi)
Bersama Icha dan Pak Supir, saya duduk dibagian depan mobil. Begitu kami masuk pelabuhan Bitung, mata kami mulai menerka-nerka, kira-kira kapal tangguh mana yang akan mengantarkan kami ke Pulau Miangas. Setelah besi beroda empat itu mulai memperlambat lajunya, mata kami tertuju pada satu Kapal Megah yang bertengger dengan anggunnya di Pelabuhan Bitung. DORO LONDA, begitulah tulisan besar yang tertera di saping kapal tersebut. Kapalnya cantik sekali, catnya berwarna putih dengan beberapa bagian yang berwarna orens. Disitu, semsesta menggiring saya dan Icha beranggapan bahwa Kapal DORO LONDA-lah yang akan membawa kami ke beranda utara Indoensia itu. Sayang seribu kali sayang, dugaan kami salah. Adalah satu besi terapung yang berada tak jauh dari DORO LONDA yang akan membawa kami berlayar ke Miangas, Meliku Nusa namanya.

Kapal DORO LONDA (Foto by : Tim Dokumentasi)


Terima kasih,Teman-teman :) (Foto by : Tim Dokumentasi)
Beberapa peserta KKN Miangas memindahkan bibit dari truk ke atas K.M. Meliku Nusa. (Foto by : Tim Dokumentasi)

Tampilannya sangat kontras dengen DORO LONDA, mulai dari warna, usia yang kelihatannya terpaut cukup jauh, dan yang paling penting adalah ukuran yang sangat jauh berbeda. “Mungkinkah Kapal ini bisa membawa kami dengan selamat sampai di tujuan? Atu tidak apa-apakah jika kapal ini ditambah bobotnya sebanyak kami ber-76 serta bawaan kami yang beratus-ratus kilo?” Pertanyaan yang saya simpulkan dari mimik-mimik wajah teman-teman seperjuangan. Seperti pepatah yang saya lupa penciptanya, “A ship is safe in a harbor. But that’s not what ship are for” Yap, Meliku Nusa have to sail.

Meliku Nusa tampak dari belakang. The one and only ship which is leaving for Miangas Island. (Foto by : Tim Dokumentasi)

Salah satu pemandangan di Pelabuhan Bitung.  (Foto by : Tim Dokumentasi)

Terima kasih untuk tangan-tangan yang masih bermurah hati mau mengangkatkan barang-barang kami (tas, koper, carrier, dll), khususnya perempuan, yang bisa dibilang banyak sekali jumlahnya. Upahmu besar di Surga :)
Sekitar enam jam kami menunggu di sana, diatas K.M. Meliku Nusa, kami sempat main kartu dan makan bersama, serta mengabadikan momen hingga menghasilkan beberapa Megabyte gambar di DSLR. Waktu keberangkatan semakin dekat, beberapa teman dan saya mulai sibuk dengan handphone masing-masing, tujuannya sama yaitu pamit ke keluarga yang jauh disana. Akhirnya, sekitar tengah malam, Meliki Nusa menaikkan jangkarnya, berlayar untuk membawa kami ke Miangas.