"Thanks God for everything.”
Hanya kalimat itu yang bisa saya ucapkan.Sungguh, sebelumnya saya tidak
pernah membayangkan akan apa yang saya alami saat ini"
Pagi kali ini disambut oleh suara yang awalnya
sayup-sayup kudengar. Awalnya saya kira suara itu adalah suara orang mengaji di
Masjid tapi kali ini suaranya agak lain, setelah kupertajam pendengaranku
ternyata bukan, suara itu adalah suara orang-orang di Bitung yang sedang
bersaat teduh.
"Saya kira suara dari Masjid
nah," ucap
Fina yang ternyata juga meneliti suara itu. Dia adalah seorang
teman perjuanganku dari Fakultas Hukum.
" Iya, saya kira juga." Jawabku.
Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun hidupku,
dibangunkan oleh suara yang berasal dari rumah Tuhan. Saya baru ingat bahwa
saya sedang berada di Sulawesi Utara, di Kota Bitung tepatnya. Mayoritas
penduduk disini beragama Kristen. Ya, saat ini, kami sudah sampai di Kota
Bitung. Kota ini dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 2 jam dari Kota
Manado. Saya cuma bisa duduk terpaku diatas tempat tidur ala tentara yang mirip
tandu ini, dan bersyukur karna Tuhan sudah bawa saya ke tempat ini. Maklum,
selama ini saya tingal ditengah-tengah saudara-saudara yang mayoritas adalah Muslim. Segala sesuatu yang dialami untuk pertama kali pasti terasa istimewa,
begitu pun dengan yang saya rasakan di 22 Juni 2013 ini.
Sore nanti kami akan berangkat ke pelabuhan, namanya
Pelabuhan Kota Bitung. Masih ada waktu untuk berleha-leha,untuk melihat-lihat kota,
atau untuk sekedar membaringkan badan ditempat tidur. Saya memilih opsi pertama,
yakni berleha-leha di tempat tinggal kami sementara. Berbeda denganku, beberapa
teman pergi ke pasar untuk belanja. Sedangkan sisanya memilih untuk
membaringkan badan sampai pada waktu keberangkatan tiba.
Udara di tempat yang kami tinggali itu sangatlah
panas, padahal tak jauh dari tempat tinggal kami ada gunung yang lumayan tinggi.
Ya, kulihat ada sebuah gunung yang lumayan tinggi di dekat penginapan kami.
Gunung tersebut saya lihat ketika saya dan
Ria pergi belanja ke Toko Victor.
Cukup aneh memang, lokasi kami dekat dengan gunung akan tetapi hawa di temapt tinggal kami cukup panas. Ada yang lucu ketika kami belanja di Toko itu, saya dan ria dikira orang Manado. Entah, kami pun tidak tahu kenapa ibu penjualnya berpikiran demikian. Anggap saja ini sebuah presetasi :) Tak lama setelah kami pulang belanja dari Toko Victor, teman-teman yang belanja
ke pasar sudah kembali di penginapan. Namun ada satu hal yang lucu, ya salah
seorang teman kami,
Ai, ketinggalan di Pasar.
Antara khawatir dan lucu, entah bagaimana
ceritanya mereka bisa lupa Ai. Syukurlah, tak lama Ai kembali ke penginapan.
Tiba saatnya untuk berangkat ke pelabuhan. Ada beberapa
tangan-tangan Tuhan yang bersedia membantu kami, para perempuan, mengangkat
koper, carrier, dan beberapa barang bawaan lannya ke dalam truk tentara. Perjalanan dengan truk tentara kali ini berbeda
dengan perjalanan dengan truk tentara yang semalam. Kali ini jarak tempuhnya
lumyan dekat. Saya masih teringat dengan perjalanan semalam. Meskipun telinga
sudah mulai bosan karna sepanjang jalan mendengar suata sirine dari mobil tentara
akan tetapi
sepanjang jalan mata ini
dimanjakan dengan panorama yang indah, saya suka bagian ini, terutama bagian
dimana mata ini melihat bangunan-bangunan Gereja yang berdiri kokoh di
sepanjang jalan.
|
Beberapa teman sedang mengangkat tas ke atas truk. (Foto by : Tim Dokumentasi) |
|
|
|
Leaving for Port of Bitung (Foto by : Tim Dokumentasi) |
Bersama
Icha dan Pak Supir, saya duduk dibagian
depan mobil. Begitu kami masuk pelabuhan Bitung, mata kami mulai menerka-nerka,
kira-kira kapal tangguh mana yang akan mengantarkan kami ke Pulau Miangas. Setelah
besi beroda empat itu mulai memperlambat lajunya, mata kami tertuju pada satu
Kapal Megah yang bertengger dengan anggunnya di Pelabuhan Bitung. DORO LONDA,
begitulah tulisan besar yang tertera di saping kapal tersebut. Kapalnya cantik
sekali, catnya berwarna putih dengan beberapa bagian yang berwarna orens. Disitu,
semsesta menggiring saya dan Icha beranggapan bahwa Kapal DORO LONDA-lah yang
akan membawa kami ke beranda utara Indoensia itu. Sayang seribu kali sayang,
dugaan kami salah. Adalah satu besi terapung yang berada tak jauh dari DORO LONDA
yang akan membawa kami berlayar ke Miangas, Meliku Nusa namanya.
|
Kapal DORO LONDA (Foto by : Tim Dokumentasi) |
|
Terima kasih,Teman-teman :) (Foto by : Tim Dokumentasi) |
|
Beberapa peserta KKN Miangas memindahkan bibit dari truk ke atas K.M. Meliku Nusa. (Foto by : Tim Dokumentasi) |
Tampilannya sangat kontras dengen DORO LONDA,
mulai dari warna, usia yang kelihatannya terpaut cukup jauh, dan yang paling
penting adalah ukuran yang sangat jauh berbeda. “Mungkinkah Kapal ini bisa
membawa kami dengan selamat sampai di tujuan? Atu tidak apa-apakah jika kapal
ini ditambah bobotnya sebanyak kami ber-76 serta bawaan kami yang beratus-ratus
kilo?” Pertanyaan yang saya simpulkan dari mimik-mimik wajah teman-teman seperjuangan.
Seperti pepatah yang saya lupa penciptanya, “A ship is safe in a harbor. But that’s
not what ship are for” Yap, Meliku Nusa have to sail.
|
Meliku Nusa tampak dari belakang. The one and only ship which is leaving for Miangas Island. (Foto by : Tim Dokumentasi) |
|
Salah satu pemandangan di Pelabuhan Bitung. (Foto by : Tim Dokumentasi) |
Terima kasih untuk tangan-tangan yang masih
bermurah hati mau mengangkatkan barang-barang kami (tas, koper, carrier, dll), khususnya perempuan, yang bisa
dibilang banyak sekali jumlahnya. Upahmu besar di Surga :)
Sekitar enam jam kami menunggu di sana, diatas
K.M. Meliku Nusa, kami sempat main kartu dan makan bersama, serta mengabadikan
momen hingga menghasilkan beberapa Megabyte gambar di DSLR. Waktu keberangkatan
semakin dekat, beberapa teman dan saya mulai sibuk dengan handphone
masing-masing, tujuannya sama yaitu pamit ke keluarga yang jauh disana. Akhirnya,
sekitar tengah malam, Meliki Nusa menaikkan jangkarnya, berlayar untuk membawa
kami ke Miangas.