Inilah alasannya, karena bahagia itu sederhana.


Karena bola itu bundar, bukan segitiga, apalagi trapesium.
 
   Sekarang masih jam 02.27 WITA, sambil nunggu Liga Champions (Dorthmund x Real Madrid) main, saya pengen nge-post dulu. Jujur saya nge-post ini karena lagi mau jujur.

      Masih segar banget ingatan saya akan kuliah Opini Publik dan Pencitraan di ruang A1 tadi siang, dan tadi yang ngajar adalah Kak Riza. Singkat cerita, tadi kami lagi diskusi mengenai Opini dan Publik dari fotocopy-an yang dibagi sama Kak Fadhly tadi. Kami pun mulai bahas materi, bla bla bla and bla bla bla. Gak lama kemudian mulailah kami membicarakan hal yang (secara pribadi) menjadi pikiran buat saya.

     Intinya kami itu tadi membahas menganai orang yang maniak Bola, kami mulai membahas satu persatu nama klun dan nama fansclub-nya. Mulai dari Internisti, Milanisti, Liverpooldian, Bacelonista, dan terakhir disebutlah Madridista. Sontak teman-teman dekat saya langsung mengarahkan matanya pada saya. Saya masih nyantai dan biasa aja ketika itu, tetep kalem dan mendengarkan penjelasan Kak Riza.

      Gak lama kemudian, perbincangan menjadi semakin meluas, dan masih "hal itu" yang dibahas. Kali ini Kak Riza mulai bahas live tweet yang dilakukan oleh banyak orang. Saya tertampar, dan teman-temanku yang lain juga mulai "menaikan arisanku." Agak heran juga sih saya, kenapa harus Real Madrid terus yang disebut? dan saya semakin kaget ketika kata "Bernabeu" disebut. Entah kenapa Kak Riza memilih nama Stadion itu yang disebut, padahalkan masih banyak Stadion lainnya yang gak kalah terkenalnya, seperti San Sirro, Old Trafford, Camp Nou, dll (Dan nyatalah arisanku benar-benar naik-saya menjadi bahan ejekan di kelas).

       Kalo ditanya "Apa sih untungnya nonton bola? Okelah kalo Team-mu menang, tapi kan cuma mereka yang senang, nah kamu dapat apa? Okelah kamu lihat permainan yang indah, kemudian?" 

       Saya cuma diam dan membiarkan teman-temanku men-Cc-kan kata-katanya Kak Riza pada saya. Hngga berakhirnya kelas saya diam. Tapi tidak pada postingan ini, saya tidak sedang diam.

          Memang sih sebagai Anak Komunikasi saya harus bijak menggunakan sosial media yang ada, status FB, Twitter, dan lain sebagainya. Ini memang benar, saya dukung malah untuk hal yang satu ini. Tapi saya gak bisa muna. Contohnya mengenai tweet-tweet saya di twitter yang mungkin sebagian banyak orang mengira kalo twitter saya itu setengah Fan Page-nya Pemain Bola. Bukannya saya korban media, tapi coba deh pikir lagi, bukan kah dengan "menilai" saya via twitter, itu berarti kalo yang menilai juga merupakan koban sosial media? Terus sekarang yang salah siapa dong? Rumput di Bernabeu, gitu?
Santiago Bernabeu

Santiago Bernabeu (again)

          Setiap orang pastilah punya idola masing-masing, yang memiliki kahlian di bidangnya masing-masing. Misalnya temanku Thiwi yang suka sama David Archuleta, atau Kaderia yang suka sama OK Taecyon, atau mungkin Yayu yang suka sama Putra Nababan (kebetulan beliau juga idola saya), atau Pipi yang suka sama Logan, dan saya yang suka sama Ricardo Kaka.Gak heran dong kalo kita follow akunnya idola kita? Follow hal-hal yang berbau dengan idola kita? Yakan?
Ricardo Izecson Dos Santos Leite
Idola saya semenjak SMP
           Buat saya pribadi twitter itu bukan hanya sekedar jejaring sosial belaka, tapi melampaui itu. Twitter merupakan jarak terdekat saya sama idola saya. Dimana lagi coba saya bisa negur langsung idola sendiri kalo bukan via twitter. Instagram? Ya, kan ane kagak punya kalo yang itu mah.OK lanjut. Menggunakan jejaring sosial untuk hal-hal seperti menegur idola menurutku tidak salah, namanya juga jejaring sosial

            Kembali bahas masalah tadi. "Apa untungnya kamu nonton bola?" Saya berani jawab "BANYAK!" Nih, saya paparin alasannya :
  1. Ketika nonton Bola saya bisa belajar mengenai Fair Play, Team-Work, dan Respect. Kalu bisa belajar hanya dengan melihat layar kaca saja, gak harus bacabuku, gak harus alami sendiri!
  2. Ketika nonton bola saya bisa belajar untuk memahami raut wajah mereka. Pernah  terbesit di kepala ku hal kayak begini : Ketika saya nyantai nonton bola sambil nongkrong bareng teman atau keluarga, ada loh orang yang diluar sana yang jadi tontonan orang lain, yang keringetan, yang lari kesana-kesini, dan memang itu pekerjaannya, kemudian dicela orang lain  dan dimaki hanya karna main buruk atau membuat keputusan yang tidak adil (dalam hal ini wasit).
  3. Ketika nonton bola biasanya banyak orang yang sengaja berkumpul bersama untuk nonton. Bukannya disitu bisa menjadi saran untuk bersosialisasi? Semua mata tertuju pada 22 orang yang ada di atas lapangan. Bukankah pertandingan kulit bundar itu sangat membantu untuk hal-hal seperti ini.
  4. Ketika nonton bola bukan cuma saya yang nonton, saya ingat juga yang di luar sana ada yang nonton pertandingan yang sama dengan cara yang berbeda. Kalo mungkin sebagian orang nonton di rumah, di Restoran mewah, ada loh sebagian orang lainnya yang cuma nonton di warung-warung kecil pinggir jalan sambil minum kopi. Bukannya itu bisa nambah penghasilan teman kita yang cari makan dengan cara berjualan? Peka dong.
  5. Ketika nonton bolasaya bisa belajar kalo olahraga itu penting untuk kesehatan.
  6. Ketika nonton bola saya merasa seperti menonton Premiere sebuah film baru yang dikemas dalam 2x45 menit secara bersamaan dengan orang lain di seluruh dunia, dimana gak ada satupun yang tau hasil akhirnya bakal gimana? Bukankah itu sebuah kejutan?
  7. Ketika nonton film saya bisa liat belajar mengenai teknologi, biar sedikit. Cara para Fotografer yang stanby membidik gambar, cara kameramen merekam, dan saya belajar.
  8. Ketika nonton bola saya belajar Bahasa Inggris. Ya, saya belajar listening. Saya belajar bagaimana cara memberi stress pada sebuah kalimat, juga pronountation. Saya belajar dari komentator yang bahkan saya tidak tahu siapa dia.
  9. Ketika menonton bola saya bisa lihat langsung idola saya, Ricardo Kaka. Walau terpisah layar kaca, lantas mengapa? Bahagia itu sederhana, dan jarak itu hanya setipis layar televisi.Itu pandanganku, saya tidak bermaksud agar pandanganmu sama seperti pandanganku. 
  10. Ketika saya menunggu pertandingan bola, saya belajar menulis, dan inilah hasilnya. Begadang yag bekualitas, semoga.
   Saya hanya mengungkapkan beberapa alasan saja, dan memberi penjelasan kalo nonton bola itu gak buang-buang waktu. Setiap hal memiliki sisi positif, hal tergantung kita, bisa atau tidak melihat hal yang postif itu bahkan dalam hal yang sederhana sekalipun.

With lots of love.
Jayanti. 

         
        

Tidak ada komentar on "Inilah alasannya, karena bahagia itu sederhana.

Leave a Reply