Jadi orang Toraja Sehari.


Sudah satu minggu yang lalu, namun aku masih bisa merasakan beratnya kandore di bahuku, kakunya rambutku karena hairspray yang menghujani kepalaku, canda tawa serta  senyum dari orang-orang yang baru kukenal, serta hal-hal lain yang begitu berkesan diingatanku.
            Hari itu adalah hari pernikahan Kak Meyske dan Kak Edwin, pasangan kekasih yang  yang akhirnya mengikrarkan janji sehidup sematinya di hadapan Tuhan, di hadapan orang banyak, di hadapan dunia. Ada lagu yang berjudul “ Jadi Ratu Sejadat Semalam” tapi untuk kali ini saya ubah menjadi “ Jadi orang Toraja Sehari.” Ya, hari itu aku menjadi orang Toraja selama 24 jam kehidupanku, dengan berdandankan pakaian khas Toraja serta pernak-perniknya yang unik, aku diberi kepercayaan untuk menjadi salah satu pagar ayu di acara tersebut. Hari itu aku tidak sendiri, aku ditemani oleh sahabatku Pratiwi Anggreini Sulo yang juga adalah orang Toraja serta pagar ayu yang lain yang merupakan keluarga dari kedua belah pihak pengantin. Hari itu merupakan kali pertama aku mengikuti prosesi pernikahan dari awal sampai akhir. 
            Ada satu hal unik dan langka yang terjadi pada hari itu, yakni ketika pengantin pria datang menjemput ke kediaman pengantin perempuan untuk pergi ke Gereja. Waktu itu sekitar Pukul 12.00 WITA secara tiba-tiba langit menurunkan tetesan-tetesan airnya pada saat prosesi itu. Aku namai hujan itu sebagai hujan berkat. Mengapa kunamai dengan hujan berkat? Karena hujan tersebut hanya terjadi hanya pada saat prosesi penjemputan saja dan ketika seluruh rombongan bergegas pergi ke Gereja untuk prosesi pemberkatan langit tak lagi menumpahkan titik-titik airnya, langit Makassar cerah sepanjang 24 Maret 2012.
            Acara pemberkatan berlangsung sejak pukul 13.00 WITA dengan penuh hikmat, dari awal sampai akhir aku bersama Pratiwi tidak henti-hentinya berbisik aklau tidak  “O Tuhan” ya “Otoukeeeeeh” sambil mengadu-adukan kedua jari telunjuk kami masing-masing. Ya, pemandangan seperti ini biasanya hanya kami lihat di film-film namun khusus di hari itu kami menyaksikannya secara live.  Setelah selesai acara pemberkatan kami -dayang-dayang dari pihak perempuan- kembali ke kediaman pengantin perempuan menunggu waktu untuk bergegas ke acara resepsi. Selama menunggu, Aku dan Tiwi hanya bisa duduk tegak. Tidak bisa menyandar, tidak bisa berbaring. Kantuk yang melanda mata kami pun mencapai puncaknya sebagai akibat dari tidur jam tiga subuh dan bangun jam tujuh pagi. Kami sempat memutuskan untuk tidur sambil duduk dan menunduk, namun itu tidak bertahan lama. Alasannya hanya satu, kami tidak mau konde kami rusak J.
            Hari itu juga diwarnai dengan peristiwa yang mengejutkan, Aku dan Tiwi sempat kehilangan kamera dan handphone, handphoneku dan Pratiwi serta kamera Kak Meyske dan kamera temanku yang kupinjam. Bermula ketika kami meninggalkan barang-barang tersebut di kamar pengantin. Aku dan Pratiwi pun sempat galau karena hal itu. Tapi kegalauan kami tidak berlangsung lama, kegalauan kami sirna ketika kami tahu bahwa barang-barang tersbut ada di tangan orang yang benar. Ya,  God Is So Good J.
            Pukul 17.00 WITA kami pergi tempat resepsi yang dihelat di Bambuden 3 lantai 2.  Begitu banyak tamu undangan yang datang, kegrogianku pun memuncak ketika harus mengantarkan tamu-tamu yang berdatangan ke tempat duduk yang telah disediakan. Mengantarkan wajah-wajah yang baru pertama kali kulihat ke tempat duduk, disini akhirnya kupraktekkan kemampuan komunikasiku semalksimal mungkin.
            Acara resepsi pun dimulai ketika barisan pengantin memasuki ruangan resepsi, tak kusangka sebelumnya akupun masuk ke dalam barisan pengiring pengantin. Aku ada di barisan kedua setelah penari, ditemani Kak Vita yang ada di sampingku akupun mempertebal mukaku karena setiap tamu undangan otomatis melirik ke arah kami semua. Tidak hanya itu, aku semakin deg-deggan karena tepat dibelakangku berbaris dua orang anak yang memegang tombak yang ujungnya tajam. Grogi maksimal, Aku tetap usahan wajahku tersenyum. Namun tetap saja, tak jarang pikiran jelek terlintas dibenakku, “Gimana kalau aku jatuh? Apalagi aku gak pinter-pinter amat jalan pakai high heel.” Tapi karena the power of usaha akhirnya aku bisa . Yeaaah :D.
            Resepsi berlangsung lancar dan meriah, aku dan Pratiwi masih tetap dalam kondisi labil maksimal. Setiap ada lagu yang dinyanyikan yang sama dengan list lagu yang ngena –kali ini hanya saya dan Tiwi yang tahu- seakan urat malu sudah terputus, kami keluarkan ekspresi yang sudah tertahan selama acara. Jempol digoyang.
            Intinya hari itu begitu banyak suka cita, banyak sekali. Ada yang mungkin untuk dibagi, dan ada yang hanya untuk konsumsi pribadi *kasih kode ke Tiwi*.  Intinya hari itu kami senang sekali J. Terima kasih bertubi-tubi  untuk  kedua mempelai. Berikut ini adalah beberapa potrait kebahagian yang terabadikan di hari tersebut.
Kak Meyske dan Kak Edwin

Kak Meyske dari luar Mobil

Bersama dayang-dayang

Dayang-dayang yang paling narsis.

            Untuk Kak Meyske dan Kak Edwin, kuucapkan selamat mengarungi kehidupan yang baru. Kiranya Bahtera yang Kakak bangun boleh berdiri kokoh sampai selama-lamanya. Semoga Bahtera itu juga lekas dihuni oleh anggota-angota baru yang unyu-unyu J. “Selamat karena akhirnya sudah menemukan love of lifenya ya, Kak”. Tuhan Yesus menjadi Kepala dari bahtera yang Kakak bangun. Makasih lhooo Kak karena sudah baca tumpukan kata-kata di atas. Salam terunyu dari dayang-dayang. Aihihihihi. 

Tidak ada komentar on "Jadi orang Toraja Sehari.

Leave a Reply